Performa website sangat dipengaruhi oleh web server yang digunakan. Web server bertugas mengatur permintaan dari pengguna dan menyajikan konten agar dapat diakses. Tanpa web server, website berpotensi mengalami keterlambatan akses bahkan downtime.
Nginx dan Apache menjadi dua web server yang populer. Keduanya sudah digunakan oleh jutaan website di seluruh dunia, mulai dari skala kecil hingga besar. Meski sama-sama berfungsi sebagai web server, keduanya memiliki arsitektur serta keunggulan yang berbeda.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang apa itu Nginx dan Apache, bagaimana perbedaan keduanya, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Baca juga: Pengertian Web Server dan Perannya dalam Performa Website
Apa itu Nginx?
Nginx adalah web server open-source yang dirilis pada tahun 2004 oleh Igor Sysoev untuk mengatasi C10K problem, yaitu tantangan dalam menangani 10.000 koneksi klien secara bersamaan.
Jadi, tidak hanya sebagai reverse proxy, load balancer, dan HTTP cache, Nginx juga unggul dengan arsitektur event-driven yang hemat resource dan mampu melayani ribuan koneksi.
Menurut data W3Techs, Nginx digunakan 33,5% website dan 30,1% di antaranya adalah situs terpopuler dunia. Tak heran, perusahaan besar mengandalkannya untuk menjaga performa di tengah lonjakan trafik, seperti Netflix, YouTube, dan lainnya.
Meski begitu, Nginx juga memiliki kekurangan, seperti konfigurasi yang lebih kompleks serta kurva belajar yang lebih curam dibandingkan Apache. Namun, dengaan performa tinggi, efisiensi resource, dan skalabilitasnya, Nginx menjadi web server paling andal di industri.
Apa itu Apache?
Apache adalah web server open-source yang dirilis pada tahun 1995 oleh Apache Software Foundation yang dikenal luas berkat fleksibilitas tinggi, dukungan komunitas besar, serta kompatibilitasnya dengan berbagai CMS seperti WordPress, Drupal, dan Joomla.
Apache menggunakan arsitektur berbasis process atau thread, di mana setiap permintaan diproses dengan membuat proses baru sesuai konfigurasi Multi-Processing Module (MPM). Dukungan file .htaccess juga memudahkan pengaturan langsung dari tiap direktori proyek.
Menurut W3Techs (September 2025), Apache digunakan oleh 25,7% website dan menempati posisi kedua setelah Nginx. Kelebihannya terletak pada fleksibilitas modul, integrasi PHP yang mudah, dan dukungan luas. Sayangnya, konsumsi resource yang lebih tinggi membuat performanya kurang optimal untuk file statis besar atau trafik tinggi.
Perbedaan Nginx vs Apache
Meskipun Nginx dan Apache sama sama melayani permintaan dari klien ke server, namun mereka memiliki beberapa faktor perbedaan. Berikut adalah perbedaan Nginx dan Apache.
1. Cara kerja
Nginx menerapkan arsitektur event-driven yang memungkinkan satu proses menangani ribuan koneksi sekaligus. Sehingga lebih efisien dalam penggunaan CPU dan RAM, stabil di bawah beban tinggi, dan ideal untuk situs dengan trafik besar. Namun, konfigurasi dan penyesuaian modul kadang lebih teknis, sehingga memerlukan pemahaman lebih dalam.
Sebaliknya, Apache berbasis thread atau process, di mana setiap permintaan klien ditangani oleh proses atau thread baru. Pendekatan ini mudah dipahami dan fleksibel, terutama dengan dukungan file .htaccess. Kelemahannya, model ini cenderung boros sumber daya dan kurang efisien saat menangani ribuan koneksi simultan.
2. Performa
Nginx unggul pada respons cepat dan penggunaan sumber daya yang rendah. Dengan arsitektur event-driven, satu worker process bisa menangani ribuan koneksi tanpa membebani CPU dan RAM. Banyak perusahaan besar seperti Netflix dan Dropbox memilih Nginx karena kestabilannya di trafik tinggi.
Sementara itu, Apache tetap andal untuk situs kecil hingga menengah, tetapi performanya cenderung menurun saat lalu lintas meningkat. Model berbasis thread atau process membuat penggunaan memori dan CPU lebih tinggi.
Akibatnya, server dengan kapasitas terbatas bisa cepat kewalahan saat menangani banyak koneksi. Meski begitu, untuk situs dengan trafik moderat, Apache masih cukup memadai.
3. Kemudahan konfigurasi
Apache lebih unggul dari sisi fleksibilitas konfigurasi. Dukungan .htaccess membantu pengaturan hak akses dan fitur lain tanpa akses root.
Hasilnya, Apache lebih ramah bagi pengguna pemula atau proyek dengan banyak direktori berbeda. Tidak hanya itu, Apache juga memiliki banyak modul resmi yang bisa diaktifkan sesuai kebutuhan.
Nginx, meskipun lebih ringan dan cepat, tidak mendukung .htaccess. Semua konfigurasi dilakukan di file utama, sehingga lebih aman dan efisien, tetapi memerlukan pemahaman teknis lebih mendalam.
4. Keamanan
Kedua web server menawarkan fitur keamanan standar, seperti kontrol akses, autentikasi, dan enkripsi SSL/TLS. Nginx menekankan konfigurasi sederhana namun efektif, yang mengurangi risiko kesalahan pengaturan.
Apache memberikan fleksibilitas lebih lewat .htaccess. Namun, fleksibilitas ini bisa menjadi celah jika konfigurasi tidak diperhatikan dengan benar.
Jadi, Pilih Nginx atau Apache?
Nginx dan Apache menawarkan keunggulan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan website. Nginx unggul dalam hal performa, efisiensi sumber daya, dan kemampuan menangani trafik tinggi, sehingga ideal untuk situs besar.
Sementara itu, Apache menawarkan fleksibilitas konfigurasi, dukungan modul yang luas, dan kemudahan integrasi dengan berbagai CMS, sehingga tetap relevan untuk situs kecil hingga menengah.
Memilih Nginx atau Apache sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan website dan kapasitas server. Untuk trafik tinggi dan performa maksimal, Nginx lebih optimal, sedangkan Apache unggul untuk fleksibilitas konfigurasi. Di DewaVPS, kedua web server ini bisa dimanfaatkan sesuai tujuan, sehingga website tetap stabil.